Ramadhan Datang Lagi
Besok, terhitung sejak postingan ini dirilis, umat muslim yang sudah maklum bahwa hari pertama Ramadhan 1430H bakal jatuh pada tanggal 22 Agustus 2009, akan menunaikan ibadah puasa. Setiap datang bulan puasa, saya selalu mengingat-ingat pengalaman-pengalaman yang pernah didapat di bulan puasa yang telah lalu. Saya jadi pingin bernostalgia.
Dulu, waktu saya masih bocah SD, sudah merupakan hal yang lazim, jika beberapa hari sebelum Ramadhan tiba, pihak sekolah membagikan secara gratis buku tipis bernama Agenda Kegiatan Ramadhan. Seperti yang jamak diketahui, buku agenda ini setidaknya memuat 5 kegiatan utama yang mesti dicatat sepanjang Ramadhan, yakni; 1. Pelaksanaan puasa (puasa atau tidak, jika tidak, alasannya mesti dicatat, sakit, misalnya); 2. Pelaksanaan sholat wajib (berjamaah atau tidak, biasanya berupa kolom yang harus diceklis, “B” [Berjamaah], “TB” [Tidak Berjamaah], dan bahkan ada opsi “TS” [Tidak Sholat]); 3. Keikutsertaan sholat tarawih, dengan opsi seperti poin 2, namun bedanya ada kolom khusus untuk paraf Imam yang bersangkutan, yang mana bila kolom paraf ini diisi, itu sudah menjadi tanda bahwa pemegang buku agenda kegiatan Ramadhan telah mengikuti sholat tarawih berjamaah; 4. Tadarus rutin, yang biasanya per hari paling tidak mesti mampu mencapai 1 juz, dan ditulis surat apa ayat berapa sampai surat apa ayat berapa yang dibaca; 5. Kuliah shubuh.
Ini model buku Agenda Ramadhan pas saya masih SD :-D
Karena masih polos, dan tidak ada ekspektasi apapun (baik internal maupun eksternal) dari kegiatan mengisi buku agenda tersebut, saya senang-senang saja menerimanya, dan mengisinya dengan rajin setiap hari, yah… hitung-hitung ada kegiatan yang bisa dilakukan.
Ini cuma covernya saja yang agak oke, ada fotonya. :-P
Nah, ketika di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya waktu SMP, sebuah tanda tanya mulai muncul dalam benak, yakni ketika guru pembimbing agama Islam mewajibkan seluruh murid memiliki (baca: membeli) buku agenda Ramadhan, dan mengatakan bahwa, pengisian buku agenda tersebut akan mempengaruhi nilai mata pelajaran Agama Islam. Dengan kata lain, orientasi pengisian buku agenda kegiatan Ramadhan, mesti diarahkan untuk sebuah ni-lai. Hah?!
Anda tahu, godaan ketika berpuasa itu lumayan banyak. Ketika panas terik, lapar, bawaannya kadang ingin marah-marah, atau merasa malas melakukan ini-itu, sedangkan ada kegiatan yang bisa dikatakan kewajiban, yang harus dikerjakan (dalam hal ini yakni mengisi kegiatan Ramadhan sebagaimana tertera dalam buku agenda). Dari sinilah, mulai terbetik niat untuk berbuat tindakan curang, melakukan kebohongan. Kolom-kolom agenda yang semestinya diisi dengan penuh tanggung jawab, mulai dimanipulasi. Sholat tidak sempat berjamaah, ditulis di buku agenda menjadi “berjamaah”. Sholat tarawih dilewatkan karena setelah Isya’ malah langsung ke rental PS, tapi di buku agenda diceklis, “sholat tarawih”. Kasus lain, setelah sahur, malah tidur lagi, shubuh kebablasan, otomatis tidak sempat datang ke tempat Kuliah Shubuh karena hari sudah siang, ealah, malah ada ide untuk mengarang sesuatu pada lembar isian Kuliah Shubuh. Pun tanda paraf dibikin sendiri, sebagus mungkin.
Saya tidak sedang menceritakan polah siapapun. Itu beneran sederet perbuatan yang saya lakukan sendiri. Bagaimana saya bisa mengelak, jika ternyata kejujuran harus dibayar dengan nilai merah?
Sejak saya bocah dan disuruh mengaji di sebuah surau, guru ngaji saya selalu memberi wejangan, bahwa puasa itu adalah ibadah yang aammat sangat personal antara makhluk dengan khaliknya. Jangan sampai amalan-amalan di bulan puasa terlihat apalagi diperlihatkan dengan sengaja kepada orang lain. Toh kalau kita sendiri berpuasa, cukup sulit untuk orang lain mendeteksinya; apakah kita benar-benar berpuasa ataukah tidak, itu sebabnya hanya diri sendiri dan Tuhanlah yang tahu (engkau berpuasa atau tidak). Yah, begitulah yang pernah disampaikan beliau.
Nah, masalahnya, waktu saya di SD, tidak ada semacam perintah seperti itu dari guru agama yang bersangkutan. Buku agenda kegiatan Ramadhan menjadi milik pribadi, dan bebas diisi ataukah tidak. Guru pembimbing hanya berpesan, supaya ada kegiatan dan tidak bermain terus, lebih baik agenda tersebut diisi, jadi tak ada itu istilah kegiatan Ramadhan dievaluasi oleh orang lain. Sedangkan ketika saya SMP, yang terjadi adalah di luar dugaan. Buku agenda ramadhan harus dikumpulkan ke guru agama, untuk diperiksa. Itu berarti sebuah pengeksposan amal kepada sesama manusia, lebih parah lagi hal ini dilakukan demi mendapatkan nilai A. Maka wajar, kalau saya, yang waktu itu masih berada di “persimpangan” dan benar-benar masih hijau, melakukan pembohongan. Dan cukup mengagetkan, yakni ketika banyak teman sekelas saya yang juga melakukan hal serupa; yakni buku agenda kegiatan Ramadhan diisi dengan tidak jujur. Wew!
Dan akhirnya, saya, dan juga banyak teman saya yang lain, mendapatkan nilai 9 untuk mata pelajaran agama, karena tugas Ramadhan “diselesaikan dengan baik”. Jujur, rasanya sangat tidak nyaman sekali, mendapatkan sesuatu yang bagus tapi lewat jalan yang kotor *halah*. Serasa tidak membawa berkah dan kelegaan batin. Bagaimana tidak, Ramadhan yang di mana seharusnya hari-hari diisi dengan catatan kebaikan, malah diisi dengan catatan dosa, ditulis sendiri pula. Tidakkah itu sebuah ironi? Naifnya, hal tersebut saya lakukan lagi di Ramadhan berikutnya, dan berikutnya, hingga lulus SMP.
johan ZeroSeven mengatakan...
28 Agustus 2010 pukul 01.30
hahha,, jadi keinget jaman SD gan..
ane juga nulis tentang buku ramadhan,, :)