Jika Itu Terjadi

Aku teringat ketika masih kecil. Kini semua terasa berbeda. Dulu, desaku begitu hijau. Hampir setiap rumah punya halaman dan taman yang indah. Setiap nafas yang aku hembuskan membawa kesegaran bagi tubuhku. 

Dulu aku suka bermain air,bermain pistol air, mandi air sepuasnya. Tapi kini, banyak tanah lapang yang gersang. Desaku menjadi panas. Sawah tak hijau lagi. Bahkan untuk membersihkan badan aku harus memakai handuk basah karena minimnya persedian air.

Dulu Ibuku mencuci pakaian dengan air dari keran ledeng. Begitupun ayah, beliau mencuci mobil langsung dari keran ledeng. Dulu kakak perempuanku sangat kagum dengan keindahan rambutnya. Setiap hari rambutnya diberikan shampo (keramas) hingga rambutnya terlihat anggun. Memang, rambut adalah mahkota bagi setiap perempuan. Tapi kini kakakku harus mencukur habis rambutnya agar bisa membersihkan rambutnya tanpa menggunakan air.

Dulu manusia bisa hidup sehat tanpa penyakit, tapi kini ribuan bahkan jutaan manusia meninggal akibat penyakit padahal dulu itu tidak ada. Infeksi saluran pencernaan, kulit dan penyakit saluran kencing sekarang menjadi penyebab kematian.

Dulu berbagai macam produk kebutuhan manusia bisa aku jumpai. Banyak industri bertaburan dimana-mana. Namun kini, banyak industri lumpuh, angka pengangguran semakin meningkat. Bahkan sekarang, para pekerja dibayar dengan segelas air minum per harinya.

Dulu sewaktu kecil, Ibuku selalu menyuruhku minum air putih minimal 8 gelas sehari. Tapi kini aku hanya bisa minum setengah gelas sehari.

Sejak air langka, aku hanya menutupi tubuhku dengan dedaunan. Hidup seperti kembali ke zaman purba. Aku harus buang air di septy tanck seperti pada masa lampau karena tidak ada air. Manusia di jamanku ini menyedihkan, tubuh sangat lemah, kulit pecah-pecah akibat dehidrasi, ada banyak koreng dan luka akibat banyak terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfir bumi semakin habis.

Pepohonan semakin punah, hutan semakin gundul, ketersedian oksigen semakin menurun. Akibatnya sekarang kemampuan intelegensiku berkurang. Morphologi manusiapun mengalami perubahan. Bayi-bayi terlahir dengan berbagai masalah defisiensi, mutasi, dan malformasi.

Bahkan Pemerintah sekarang membuat pajak atas udara yang aku hirup: 137m3 per orang per hari [31,102 galon]. Bagi siapa yang tidak bisa membayar pajak ini akan dikeluarkan dari negara ini.
Udara yang tersedia tidak berkulitas baik, tetapi setidaknya dapat menyediakan oksigen untuk bernafas. Umur hidup manusiapun rata-rata adalah 35 tahun.

Beberapa negara yang masih memiliki pulau yang mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga ketat oleh pasukan bersenjata. Air menjadi barang yang sangat langka dan berharga, melebihi emas atau permata.
Para ilmuwan hebat berkumpul dan melakukan penelitian. Tapi tetap saja mereka tidak bisa menemukan jalan keluar. Manusia tidak bisa membuat air.

Bayangkan jika itu semua terjadi. Bayangkan jika aku disitu adalah anda. Mampukah, maukah, relakah anda hidup seperti itu?.

Banyak slogan yang mengatakan “Jangan Buang-Buang Air”. Tapi banyak dari sekian manusia yang tak memperdulikan pesan ini. Mereka beranggapan air tidak akan habis karena persediannya yang tidak terbatas.

Pada kesempatan ini, kesempatan dimana aku mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA yang bertemakan It’s About Us : Air Untuk Masa Depan, aku ingin mengajak teman-teman semua (bukan menyadarkan karena aku yakin kalian sudah sadar, hanya saja kalian belum peduli) bahwa ini tentang masa depan kita. Tentang anak cucu kita nanti. Jadi kehidupan di masa mendatang ada pada diri kita, tidak pada aku saja, tapi pada kamu juga, pada semua manusia yang masih menginginkan kehidupan.

Mari peduli untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang!