blogger isn't my hobby, but it's mylifestyle

Selasa, 18 Mei 2010

07.31

Tuhan Bawalah Aku Menuju Jalan-Mu

Hidup jauh dari orang-orang yang kita cintai itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Apalagi diusia yang belum dewasa yang masih labil dan sangat membutuhkan bimbingan dari keluarga. Tapi itu harus aku jalani demi mewujudkan masa depanku. Masa depan yang cerah itulah harapan kedua orang tuaku dan itu menjadi motivasiku dalam menjalani hidup ini. Diusiaku yang baru menginjak 15 tahun aku sudah harus hidup mandiri meninggalkan keluarga hanya sekedar untuk mencari ilmu.
“Kenapa mesti nerusin disono sih Buk? Emang di sini gak ada sekolahan? Bukannya malah ngabisin duit?”, kalimat spontan itu keluar dari mulutku yang merupakan penolakan secara halus. Lalu Ibuku menjawab,; “Kamu denger Ibu dulu. Sekarang kalo kamu nglanjutin sekolah di SMU nanti lulus mau kerja apa? Gelar SMU sudah tidak dihargai lagi, mau tidak mau kamu harus nerusin kuliah dan Ibu tidak punya biaya untuk itu. Ibu hanya ngasih saran sama kamu yang nentuin ya kamu sendiri kan yang mau ngejalanin kamu. Kalo di SMK nanti lulus bisa langsung kerja. Dan kenapa mesti jauh-jauh nerusin sekolah di semarang karena Ibu dengar sekolah itu bagus, biayanya murah dan sudah dijamin kerja setelah lulus”.
Setelah mendengar jawaban dari Ibuku akhirnya aku yakin untuk melanjutkan sekolah sesuai permintaan orang tuaku. Lulus dari SMPN1 Ponorogo tahun 2005 aku melanjutkan di SMKN7 Semarang. Sekolah tersebut memang favorit di semarang, dengan bekal nilai UANku yang bisa dibanggakan ditambah doa tulus dari Ibuku aku yakin bisa diterima di sekolah tersebut. Pagi-pagi sekali aku berangkat naik bus ekonomi meninggalkan kota tercinta Ponorogo menuju kota semarang yang sama sekali belum pernah kesana. Sekitar 7 jam duduk terdiam di barisan penumpang bus ekonomi akhirnya sampai juga di kota lunpia. Setiba di terminal aku langsung menuju alamat sekolah tersebut. Sekolah tersebut tidak sulit dicari karena lokasinya di pusat kota Simpang Lima. Jam 2 sore aku baru tiba di sekolah tersebut sedangkan pendaftaran terakhir hari ini dan ditutup jam 4 sore. “Se-jam lagi pendaftaran ditutup aku harus gimana nih?”, tanyaku. Akhirnya aku masuk ke dalam sekolah dan aku melihat antrian yang begitu panjang bahkan sampai membludak. Seketika itu aku merinding setengah mati dalam hati bicara “Subhnallah ternyata pilihan ibuku benar, sekolah ini bukan sekolah yang biasa!”.


Meskipun begitu banyaknya manusia yang menjadi pesaingku aku tetap yakin bisa menimba ilmu di sekolah tersebut. “Gimana ya caranya daftar? Mana panitianya?” , aku berlari-lari kebingungan mencari tempat penerimaan berkas pertama mengingat waktu semakin berkurang. Lalu aku bertemu dengan seorang ibu yang juga mempunyai tujuan sama denganku dan memberitahukan padaku tentang cara pendaftarannya “Wah kamu ini gimana sejam lagi ditutup! Ya udah sekarang kamu ke arah sana (sambil menunjukkan arah)lalu kasihkan berkas pendaftraannya sama petugas dan jangan lupa bayar uang administrasinya”. Sesegera mungkin aku meninggalkan ibu tersebut sambil berucap “terima kasih bu!” dan bergegas melaksanakan semua arahan darinya. Pendaftaran semua sudah beres tinggal ikut mengantri mengambil formulir yang telah aku isi. Setelah sekian lama menunggu akhirnya dipanggil juga namaku. “Tes hari pertama yaitu psiko tes sama kesehatan, hari keduanya wawancara”, kata mbak yang jadi petugasnya. Karena pendaftaran sudah beres dan perut lapar belum makan akhirnya aku keluar mencari makan. “Wah mesti cari kos-kosan ni buat tinggal sementara selama tes” sambil membayar nasi soto yang sudah aku habiskan aku bertanya sama penjualnya, “pak kos-kosan disini yang murah dan bisa harian dimana ya?”. Penjualnya menjawab, “Kalo kos-kosan disini banyak tapi kalo mau yang murah di belakang sekolahan ini. Masalah harian bisa apa enggak Bapak tidak tahu. Gak usah khawatir missal gak dapet tempat buat tidur bisa nginep di masjid baiturahman yang gede itu”. “Ok Pak terima kasih” lalu aku pergi ke arah yang bapak penjual tunjukkan tadi. Di tempat tersebut banyak sekali kos-kosan, setelah beberapa kali hunting tempat namun tidak ada satupun yang mau menerima harian. Ya udah mengikuti saran penjual tadi akhirnya aku menginap di masjid sampai tes selesai bahkan sampai pengumuman. Masjidnya sangat besar dan banyak juga orang yang nasibnya sama denganku yang tidak punya tempat tinggal. Tes demi tes telah aku lewati sampai akhirnya tiba hari pengumuman. Hari masih petang aku sudah standby di sekolahan tidak sabar menunggu pengumuman. Dari petang sampai hari mulai siang pengumuman tak muncul-muncul juga. Wajah kusam dengan mimik muka yang bĂȘte aku masih menunggu keluarnya pengumuman. Tiba-tiba di tengah lapangan banyak kerumunan ibu-ibu yang membuatku penasaran. Langsung saja aku lari ke tempat tersebut dan menerobos untuk bisa masuk ke dalam dan ternyata itu adalah pengumuman yang aku tunggu-tunggu dari tadi. “ Y a Allah semoga aku diterima!’” dan “Alhamdulillah” aku diterima!. Lega rasanya dan langsung saja aku pergi ke wartel depan sekolah membagi kabar bahagia untuk keluargaku yang juga menunggu di rumah. Bahagia rasanya melihat skenario Tuhan yang begitu indah diberikan padaku. Lalu aku pulang ke Ponorogo untuk mempersiapkan segala sesuatu sebelum masuk tahun ajaran baru. Banyak sekali persiapan yang harus aku persiapkan, kos-kosan, peralatan sekolah, peralatan kos, dll.
Akhirnya tahun ajaran baru sudah dimulai. Diawali dengan MOS atau “perploncoan” oleh kakak kelas yang penuh dengan tugas-tugas konyol yang tidak realistis. Teman baru, kelas baru, lingkungan baru dan seragam baru yang bukan lagi pakai celana pendek. Awal-awal menjalani hidup sendiri di kota besar sungguh berat rasanya. Menjalani sebagai anak kos memang berat namun bagiku sangat menarik dan penuh tantangan. Tahun pertama adalah tahun adaptasi bagiku dan Alhamdulillah aku mampu melewatinya. Perubahan demi perubahan aku alami, yang dulu makan tinggal makan, tidur tinggal tidur, uang habis tinggal minta, sekarang makan cari sendiri, baju nyuci sendiri dan harus hemat uang kalu tidak mau kelaparan di akhir bulan. Kenaikan kelaspun tiba dan luar biasa aku bisa mendapatkan juara kelas sungguh senang sekali bisa pulang ke rumah dengan membawa hadiah untuk orang tuaku.
Melewati tahun ke-2 aku mulai mendapatkan masalah. Ini salahku juga tidak mendengarkan perkataan orang tua yang selalu mewanti-wanti agar selalu jaga diri dan tidak mudah terpengaruh orang lain. Persitiwa itu dimulai ketika aku pulang dari sekolah bersama temanku menuju warung makan mbah giyem yang merupakan warung favorit anak kos karena harganya murah. Saat aku menikmati hidangan rutin, temanku asyik ngobrol dengan kakak kelas yang kebetulan duduk di samping temanku itu. Mereka terlihat serius sekali sedangkan aku asyik menyantap nasi sepiring dengan lauk seadanya. Setelah selesai makan akhirnya kita pulang menuju kosan masing-masing. Saat kita mau pulang tiba-tiba kakak kelasku mengajak temanku untuk pergi ke suatu tempat tetapi temanku menolaknya karena sedang tidak enak badan. Temanku memang sedang sakit akhirnya kakak kelasku tidak jadi mengajaknya. Arah kos-kosanku berlawanan dengan temanku sedangkan arah pulang kakak kelas searah denganku. Akhirnya aku pulang bersama kakak kelas. Selama perjalanan pulang kita saling ngobrol tentang sekolahan. Sebelumnya aku tidak mengenal kakak kelas tersebut namun kelihatannya anaknya baik. Tepat di persimpangan jalan arah kosan kita berbeda. Tiba-tiba kakak kelasku mengajakku ikut dengannya, “Kamu gak ada acara kan? Mau gak ikut denganku? Ntar aku kenalin teman-temanku, orangnya asyik-asyik kok! Nanti kita bisa sharing, maukan?”. “Gimana ya? Ya udah deh!”, spontan aku mengiyakan ajakan tersebut.
Tepat di depan rumah bercat hijau kita berhenti dan kakak kelasku masuk ke dalam rumah tersebut. Akupun ikut masuk dengannya. Suasana rumah itu lumayan ramai. Banyak anak muda yang asyik bercanda. Tiba-tiba seorang pemuda dengan kondisi kaki satunya tidak bisa berjalan karena patah menghampiri dan menyambutku. Orangnya begitu ramah dan sangat welcome denganku. “Ayo duduk gak usah malu-malu. Disini kita sama semua, kita temen disini” lalu dia mengenalkan dirinya, “Namaku Agung Hari Nugroho, aku kuliah di fakultas kedokteran UNDIP semester 5, di sini kegiatannya cuma sharing-sharing aja”. Aku sangat nyaman dengan sikap mereka yang begitu baik. “Di sini kegiatannya apa aja mas? Sharing tentang apa?”, tanyaku. Lalu mas itu menjawab; “Kegiatan kita disini cuma pengajian biasa, Sharing-sharing tentang apa aja, Pokoknya disini kita bebas bertukar aspirasi, Dan jangan berfikiran negatif tentang kita, Gak ada kegiatan yang aneh-aneh atau malah menuduh kita teroris kalo perlu cek aja apa ada bom disini, hehehe”. Lalu orang itu memberikanku sebuah al-quran, “saya belum wudlu lho mas?”. “Gak pa pa ini cuman Al-Quran terjemahan”, jawab orang itu. Akupun menerimanya dan akhirnya kita memulai pembicaraan mengenai Islam.
Orang itu melakukan pendekatan secara apik mulai dari kegiatan keseharianku sampai akhirnya masuk ketopik demi topik. Aku sangat terpana mendengar apa yang ia sampaikan terlebih semuanya ada di kitab suci. Hal-hal yang sebelumnya tak terpikirkan olehku ternyata membuatku gigit jari dan penasaran dengan ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Orang itu sangat lancar sekali dan penyampaiannya kena sehingga aku mau tahu lebih dalam lagi dengan apa yang mereka pelajari. Untuk penyampaian lebih dalam lagi aku diajak masuk ke dalam kamar karena disana ada papan tulis sehingga penyampaiannya lebih jelas. “Apa sih tujuan hidup manusia itu? Kenapa kok sekarang banyak bencana di neger ini?”, ayat demi ayat ia sampaikan dan membuatku merasa makhluk yang paling rendah di sisi Tuhan. Seketika itu aku merasa sangat senang dan membenarkan apa yang mereka sampaikan itu. Aku diminta untuk melakukan perjanjian agar bisa mudah menerima apa yang ia sampaikan karena katanya jika aku tidak melakukan perjanjian tersebut aku akan sulit menerima apa yang ia sampaikan. Saat itu aku mau melakukannya karena menurutku semua itu masuk akal. Mungkin bagi orang lain yang tidak berada diposisiku mengatakan itu salah. Setelah selesai aku langsung diantar pulang ke kosan. Semenjak itu aku semakin semangat dalam beribadah. Tiap malam aku sholat sunnah dan hatiku merasa lebih tenang. Akupun sering datang ke rumah itu untuk mendapatkan ilmu yang lebih dalam lagi supaya aku juga bisa menyampaikannya ke keluargaku. Semakin sering aku mengikuti pengajian semakin lebih dalam aku mempelajarinya hingga akhirnya pemahamanku tentang agama berbeda 180° dengan sebelum aku ikut pengajian tersebut. Mungkin kalian akan mengatakan aku itu bodoh kok bisa-bisanya segampang itu percaya tapi bagiku itu memang benar-benar sesuai dengan Al-Quran. Akupun memilih untuk ikut berjuang dengan mereka.
Aku mulai mengedepankan pengajian daripada urusan sekolah karena bagiku ibadah lebih penting dari segalanya. Aku pernah membolos demi mengikuti pengajian tersebut di jogja. Di jogja aku bertemu dengan pemimpin pengajian tersebut dan aku menjadi semakin yakin akan ajaran tersebut. Akupun mulai berubah. Aku lebih suka berdiam diri di sekolah karena aku tidak nyaman bergaul dengan orang diluar pengajian. Meskipun tidak nyaman aku berusaha mendekati teman sekolahku supaya bisa aku ajak ikut pengajian. Hampir semua teman sekolah sudah aku ajak dan diantaranya banyak yang tak sepaham denganku namun ada dua orang yang mau ikut dan orang itupun adalah teman baikku. Setelah teman sekelas banyak yang menolak akhirnya aku mengajak teman-teman satu sekolah. Diluar itu aku juga menyampaikan ke orang-orang yang tidak aku kenal. Setiap pulang sekolah aku nongkrong di masjid ataupun toko buku untuk mencari kenalan baru yang nantinya akan aku sampaikan juga. Dari pendekatan secara perlahan-lahan membangun komunikasi secara intens sampai akhirnya aku sampaikan pengajianku itu. Dari proses aku mencari kenalan ini aku banyak mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Aku merasa dilihatkan tentang sifat-sifat manusia sesungguhnya. Dari semua kalangan aku dekati, tidak melihat status ekonominya, gendernya, pekerjaanya, umurnya, bahkan gara-gara ini aku masuk ke komunitas gay karena memang aku berniat menyampaikan ke semua orang tidak ada pengecualian. Perdebatan, pengusiran paksa, pujian, hinaan aku dapatkan dari usahaku ini dan semuanya aku terima dengan ikhlas. Ada diantara mereka yang sepaham dan mau ikut pengajian.
Di sekolah banyak teman-temanku yang tidak suka melihat tingkah lakuku. Mereka menganggapku sesat. Suatu saat mereka melaporkanku kepihak sekolah. Disinilah penderitaanku dimulai. Aku merasa tidak nyaman jika berada di sekolah. Teman-temanku selalu menggujatku, mereka menyindirku saat aku berusaha bergaul dengan mereka. Mereka benar-benar benci denganku. Bahkan gurupun ikut membicarakanku saaat pelajaran berlangsung. Puncak dari kemarahan mereka ketika kepala sekolah memanggilku dan mengancamku untuk dikeluarkan jika aku berhenti dari pengajian tersebut. Aku berusaha ikhlas menerima semua itu. Tetapi lama-lama aku tidak kuat menahan beban ini. Dikelompok pengajianpun aku ditekan untuk bisa mengajak orang. Agenda pengajianpun semakin padat dan wajib bagiku untuk mengikutinya. Aku merasa bingung sekali. Disuatu sisi aku yakin dengan paham baruku ini disisi lain aku tidak mau dikeluarkan dari sekolah. Semua Ini berat sekali untuk aku jalani. Aku menanggung beban ini sendirian. Aku tidak bisa menceritakan ke orang lain karena pasti mereka menganggapku sesat, sedangkan teman pengajian sendiri juga sama nasibnya denganku. Minta tolong pada Tuhan juga percuma karena saat itu keyakinanku tentang Tuhan itu benar-benar jauh dari sebelum aku ikut pengajian. Aku seperti orang gila, pikiranku tidak kuat menampung semua ini. Aku ingin sekali menangis tapi semua percuma. Jalan keluar bagiku sudah buntu.
Keluargu di rumah sama sekali tidak mengetahui masalahku ini karena aku memang merahasiakannya. Meskipun Ibuku tidak tahu kondisiku tapi Ibuku merasakan sesuatu tentang aku. Suatu saat Ibuku menelponku, “le piye kabarmu? Apik tho? Bue kok atine rasane ora tenang ae, kepikiran karo kowe terus, Kapan kowe bali le?”. Mendengarnya aku semakin merasa bersalah, “Inggih buk, besok kulo wangsul, Sekolah libur 4 hari”. Besoknya aku pulang tanpa ijin dari orang pengajian. Sampai di rumah Ibuku sangat senang bisa melihatku lagi. Dirumah aku bersikap seperti biasanya tapi ada perubahan saat Ibuku menyuruhku untuk sholat tapi aku tidak bergegas untuk melakukannya. Hal ini berbeda sekali saat aku masih tinggal bareng mereka. Hari ke-empat aku berada dirumah tepatnya menjelang shubuh aku terbangun dari tidur karena mendengar suara seorang wanita yang berasal dari kamar Ibuku, “Ya Tuhan lindungilah anakku, Sayangilah dia, Berikan yang terbaik untuknya, Semoga anakku termasuk orang-orang yang engkau berikan petunjuk-Mu, Amin”. Ternyata suara itu suara Ibuku, suara yang penuh harapan supaya anaknya selalu dalam lindungan Tuhan. Doa tulus itu membuatku menangis dalam hati. Seketika itu hatiku berkata, “Tuhan meskipun pemahamanku tentang-Mu berbeda dengan Ibuku, Aku mohon kabulkan doa Ibuku itu, Aku memang tak pernah meminta pada-Mu, Aku tak pernah beribadah seperti Ibuku, Aku sekarang berbeda, Pemahamanku tentang-Mu tak sama dengan Ibuku, Aku bingung tidak tahu siapa yang benar, Ibuku ataukah Aku? Jangan biarkan aku seperti ini Tuhan”. Siang hari aku berangkat kembali ke Semarang. Sebelum berangkat aku berpamitan dengan Ibuku. Sambil mencium pipiku Ibuku berpesan, “Le ati-ati, jangan lupa berdoa!”.
Akupun kembali ke semarang dengan naik bus favoritku “Sumber Kencono”. Selama diperjalan aku ingat terus akan doa Ibuku yang aku dengar tadi malam. Dalam hati aku menangis, aku merasa telah mengecewakan Ibuku, aku merasa sudah sangat jauh dari Ibuku, aku bingung nanti setiba di semarang aku harus bagaimana. ‘Tuhan apakah aku ini berada di jalan-Mu, apakah yang aku lakukan ini benar?” kalimat itu terus membayangi pikiranku. Sore hari aku tiba di semarang. Aku langsung menuju ke kosan. Sampai di kosan aku langsung mengabari Ibuku kalau aku sudah sampai di semarang dengan selamat. Dan akupun siap menjalani kehidupan yang menyiksaku ini. Pagi harinya aku siap berangkat sekolah. Hari itu terasa berbeda, entah kenapa aku merasa akan ada sesuatu terjadi padaku. Firasatku itu ternyata benar. Saat jam pelajaran pertama berlangsung tiba-tiba ada informasi dari kesiswaan “Harap semua siswa berkumpul di aula sekarang”. Pelajaranpun diakhiri dan para siswapun berlarian menuju aula tak terkecuali aku. Sampai di aula para siswa sudah duduk rapi membuat barisan. Akupun bergabung dengan teman sekelasku. Ternyata tujuan kami dikumpulkan hanya untuk membicarakan pengajianku. Kali ini Kepala Sekolah yang turun langsung. Karena tahu kalau yang dibicarakan adalah pengajianku, teman-temanku langsung memandangku, aku merasa terpojokkan. Mereka habis-habisan mencibirku. Ternyata hari itu pemberitaan tentang pengajianku sudah masuk media elektronik. Pemimpin yang berada di Jakarta dengan beraninya membuat pengakuan bahwa dirinya adalah seorang rasul. Wajar saja kalau masyarakat marah dan pemimpinku itu langsung ditangkap polisi. Di semarang sendiri juga heboh. Ternyata tempat pengajianku sudah didatangi polisi. Mahasiswa yang menghuni di tempat itu dibawa ke polsek semarang untuk dimintai keterangan. Semua data pengikut pengajian ada ditangan kepolisian semarang. Maksud kepala sekolah mengumpulkan kita yaitu bagi siapa yang ikut pengajian supaya segera melapor agar pihak sekolah bisa membantu. Akupun melapor kepihak sekolah meskipun cibiran aku dapatkan.
Keesokan harinya aku disuruh untuk berkumpul di masjid kauman dekat pasar johar. Tujuannya yaitu agar pengikut pengajian melakukan taubat bersama. Sore hari aku datang ke tempat itu. Disana sudah banyak teman-teman pengajianku. Selain itu juga ada para pemimpin MUI yang menjadi saksi dan para wartawan yang haus dengan berita. Aku duduk dibarisan orang yang dicap sesat. Sebelumnya aku harus menandatangani surat perjanjian dari kepolsian disertai foto tampak depan dan samping juga cap tiga jari. Aku mengucap taubat disana sambil menutupi wajahku agar tak tersorot kamera wartawan, jangan sampai Ibuku di rumah tahu. Taubatku sendiri belum benar-benar taubat sebenarnya karena aku masih dalam keraguan. Setelah itu aku pulang ke kosan. Malam harinya aku terus memikirkan kejadian hari ini. Aku seperti orang gila yang tak tahu jalan keluar. Tak ada satupun orang yang bisa mengerti masalahku ini. Semua aku tanggung sendiri. Aku benar-benar lelah dan menyerah dengan kondisi yang aku hadapi sekarang. Lalu aku memutuskan menjauhi teman pengajian dan hidup tanpa ada pegangan spiritual. Orang pengajian terus menghubungiku hingga aku ganti nomer dan pindah kosan.
Aku merasa telah gagal dalam hidup ini. Aku benar-benar seperti orang atheisme. Meskipun aku tidak bisa menjadi orang benar setidaknya aku bisaa menjadi orang baik, prinsip itulah yang aku jadikan pegangan hidup. Suatu hari ketika pulang sekolah aku mendengar suara azan seketika itu aku menangis. Aku merasa kangen dengan aku yang dulu. Aku iri dengan mereka yang bisa sholat. Tiap tengah malam aku terus berdoa, “Tuhan tolong hamba-Mu ini, Bawalah hamba ni menuju jalan-mu,Mantapkan hatiku untuk berada di jalan-Mu, jalan yang engkau rahmati”. Akhirnya Tuhan menjawab doaku. Suatu hari ketika masuk waktu dzuhur seseorang mengajakku untuk sholat. Waktu itu aku berada di halaman masjid baiturrahman yang dekat dengan sekolahku. Akupun mengiyakan ajakannya. Aku mengambil air wudlu lalu masuk ke dalam masjid. Hatiku benar-benar bergetar. Aku merasa ini panggilan dari Tuhan. Lalu aku ikut sholat berjamaah. Selama sholat hatiku berguncang mengingat pengajianku. Aku berusaha melupakannya. Dan akhirnya setelah sholat aku merasa lebih tenang. Keyakinanku tentang pengajian lambat laun aku lupakan. Dan aku mulai kembali dengan keyakinanku yang dulu. Aku seakan-akan menjalani hidup dari nol. Tapi aku bahagia karena Tuhan masih sayang denganku. Seiring berjalannya waktu aku bisa melupakan ajaran sesatku itu. Tapi aku sedih mengingat nasib teman pengajianku yang tetap kukuh dengan keyakinanya itu. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Memang itulah hidup. Manusia mempunyai jalan hidupnya masing-masing. Dan inilah jalan hidupku. Aku akhirnya bisa lulus sekolah tanpa dikeluarkan. Bahkan nilai UANku sangat memuaskan dan aku mendapatkan beasiswa kuliah gratis dari Politeknik Manufaktur Astra. Dan sekarang ini aku sedang menikmati kehidupan baruku menjadi seorang mahasiswa. Pengalaman pahitku dulu akan aku jadikan bekal aku hidup sendiri di kota metropolitan Jakarta yang konon katanya lebih kejam lagi.



0 komentar

Posting Komentar (Old Form)

dilarang nmengandung unsur SARA, KEKERASAN, PELECEHAN DAN SPAM
Saran kritik yang membangun akan saya respon

Translattor

English French German Japanese Spanish Netherland Portugal Philippines

tulis apa kek!

WaKtu adalah pedang!..

Bukan Manusia Clonning

Bukan Manusia Clonning
gw pengen belajar banyak hal, melalui blog ini gw bisa belajar mengenal dunia

Tukeran banner

Copy kode di bawah dan masukan di blog anda, saya akan segera linkback kembali p.r.a.s.e.t.y.o.i.l.h.a.m

Daftar Artikel

berlangganan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

thank's myfollowers

Findme on

Review www.prasetyoilham.blogspot.com on alexa.com My Ping in TotalPing.comAllBlogTools.com Blogger Templates Blogarama - Blog Directory